Minggu, 28 Agustus 2011

Kasih Tulus Heni

2002

       Semenjak Heni pergi dari kehidupannya, Ichan menjadi sangat tertutup. Dan kini ia tergolek lemah tak berdaya dan tangan-tangannya ditusuk oleh jarum infus di kamar rumah sakit karena overdosis. Sebenarnya aku tidak tahan melihatnya, apalagi dia adalah orang yang sangat aku sayangi. Aku tidak mengerti mengapa Heni bisa meninggalkan orang sebaik Ichan. Apa sebegitu berharganya Heni sehingga dengan mudah menghancurkan perasaan orang lain. Apa sebegitu cantiknya dia, sehingga dengan mudah pindah kelain hati. Baru kemarin aku memuja Heni bagaikan seorang Dewi, karena kedekatan kami selayaknya seorang saudara. Ya akupun mencintai Ichan, sama seperti Heni. Tapi demi persahabatan, aku rela membiarkan Ichan dan Heni menjadi sepasang kekasih. Tapi sekarang, memandangnya saja, aku sudah tidak tahan, menahan kebencianku. Di dadaku berkecamuk berbagai macam pertanyaan tentang tingkah lakunya yang aneh, dan kuputuskan untuk menemuinya siang ini.
       Kuinjakkan kakiku di halaman rumah Heni dengan Hati bergetar. Aku ragu, tapi demi suatu penjelasan, kukukuhkan lagi perasaanku untuk tetap menemuinya. Sebelum aku mengetuk, pintu rumahnya sudah terlebih dahulu terbuka, dan Heni keluar menyambut kedatanganku dengan tersenyum. Ada rasa benci tatkala aku melihat senyuman itu. Bagaikan senyuman kemenangan atas penderitaan Ichan.
      "Heni,   aku tidak tahu, ternyata kamu bisa setega itu. Apalagi mengingat semua kata-kata cinta yang pernah kamu ucapkan terhadap Ichan. Aku tidak tahu, apa aku masih bisa percaya dengan Kamu" Kataku dengan nada sinis.
       "Gina, maafkan aku" katamu pelan, "kita masih sahabat kan?" lanjutmu.
       "Aku tidak tahu, aku datang kesini hanya minta penjelasan dari kamu" Jawabku ketus
       "Aku  pikir,  selama  ini  aku  hanya  main-main  saja,  aku  tidak tahu kalau Ichan menanggapinya serius. Kurasa kamu lebih pantas buat dia" Lanjutmu dengan penuh keyakinan.
       "Heni, ini masalah hati Hen, Kamu tidak bisa mengatur seenaknya" Aku pergi meninggalkan Heni dengan emosi yang tinggi.
     Dan itu adalah kebohongan terakhirmu. Dan akhir dari segala pertemuan. Kamu pergi. Mungkin ini memang takdirmu. Ternyata kamu memang seorang Dewi, yang rela mengorbankan perasaanmu demi orang-orang yang menyayangimu. Dibalik, kata-katamu saat itu kamu menyimpan kepedihan. Aku tahu Ichan pasti sangat terpukul dengan perpisahan kalian dan ia sempat membencimu, seperti aku. Tapi perpisahan itu juga kurasakan, mungkin kamu berfikir dengan membuat kami benci padamu, kami bisa dengan mudah melupakanmu dan tidak lebih sakit lagi. Maafkan aku Hen, kini aku maupun Ichan sangat menyesalinya. Bagaimana kami bisa tidak tahu keadaanmu, padahal kami  dengan adalah orang-orang yang dekat dengan kamu. Dan penyakit itu telah merenggut nyawamu. Dari operasi yang panjang tidak dapat menyelamatkanmu dari kanker payudara. kamu memang pernah cerita bahwa kamu pernah mengidap penyakit itu dan sudah pernah di operasi. tapi kami tidak pernah menyadarinya bahwa penyakit itu masih ada. dan keluhanmu tentang badanmu yang suka lemah. dan operasimu kali ini adalah operasimu yang ketiga dan "ah". Aku merasa berdoa, biarlah, semua sudah terjadi. semoga kau tenang disisinya.